Jumat, 14 Desember 2012

KLASIFIKASI JENIS TANAH



klasifikasi jenis tanah

Jenis tanah merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman karena perbedaan jenis tanah mempengaruhi sifat-sifat  dari tanah tersebut. Untuk memahami hubungan antara jenis tanah , diperlukan pengetahuan yang mampu mngelompokkan tanah secara sistematik sehingga dikenal banyak sekali sistem klasifikasi yang berkembang. Untuk mempelajari hubungan antar jenis tanah maka sistem klasifikasi tanah dibagi menjadi sistem klasifikasi alami dan sistem klasifikasi teknis (Sutanto, 2005).
Klasifikasi alami yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang dimiliki tanpa menghubungkan sama sekali dengan tujuan penggunaannya. Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat fisik, kimia dan mineralogi tanah yang dimiliki masing-masing kelas dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah.

Klasifikasi teknis yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu. Misalnya, untuk menanam tanaman semusim, tanah diklasifikasikan atas dasar sifat-sifat tanah yang  mempengaruhi pertumbuhan tanaman semusim seperti kelerengan, tekstur, pH dan lain-lain. Dalam praktiknya untuk mempelajari jenis tanah maka sistem klasifikasi yang digunakan adalah sistem klasifikasi alami.


Pada awalnya jenis tanah dikalsifikasikan berdasarkan prinsip zonalitas, yaitu :
  • Tanah zonal, yakni tanah dengan faktor pembentuk tanah berupa iklim dan vegetasi,
  • Tanah intrazonal, yakni tanah dengan faktor pmbentuk tanah berupa faktor lokal terutama bahan induk dan relief,
  • Tanah azonal, yakni tanah yang belum mennjukkan perkembangan profil dan dianggap sebagai awal proses pembentukan tanah.
Kemudian dalam perkembangannya jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan sifat tanah (taksonomi tanah). Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh USDA (United State Departement of Agriculture) pada tahun 1960 yang dikenal dengantujuh pendekatan dan sejak tahun 1975 dikenal dengan nama taksonomi tanah. Sistem ini bersifat alami berdasarkan karakteristik tanah yang teramati dan terukur yang dipengaruhi oleh proses genesis. Berdasarkan ada tidaknya horizon penciri dan sifat penciri lainnya maka dalam taksonomi tanah dibedakan atas enam kategori yakni ordo, subordo, greatgroup, subgroup, family dan seri. Pada edisi Taksonomi tanah tahun 1998 terdapat 12 ordo jenis tanah. Keduabelas ordo tersebut adalah Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisols dam Vertisols.
  1. Alfisols. Tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horzon argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Pada umumnya tanah tidak kering. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah half-bog, podsolik merah kuning dan planosols.
  2. Andisols. Merupakan jenis tanah yang ketebalannya mencapai 60%, mempunyai sifat andik. Tanah yang ekuivalen dengan tanah ini adalah tanah andosol.
  3. Aridisol.  Tanah yang berada pada regim kelengasan arida atau tanah yang rgim kelengasan tanahnya kering. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah coklat (kemerahan) dan tanah arida (merah).
  4. Entisols. Tanah yang belum menunjukkan perkembangan horizon dan terjadi pada bahan aluvian yang muda. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah aluvial, regosol dn tanah glei humus rendah.
  5. Gelisols. Merupakan jenis tanah yang memiliki bahan organik tanah. Jenis ini tidak dijumpai di Indonesia
  6. Histosols. Tanah yang mengandung bahan organik dari permukaan tanah ke bawah, paling tipis 40 cm dari permukaan. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah bog dan tanah gambut.
  7. Inceptisols. Merupakan jenis tanah di wilayah humida yang mempunyai horizon teralterasi, tetapi tidak menunjukkan adanya iluviasi, eluviasi dan pelapukan yang eksterm. Jenis tanah ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah brown forest, glei humik dan glei humik rendah.
  8. Mollisols. Tanah yang mempunyai warna kelam dengan horizon molik di wilyah stepa. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah brunizem, tanah rendzina.
  9. Oxisols. Tanah yang memiliki horizon oksik pada kedalaman kurang dari 2 meter dari permukaan tanah. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah jenis tanah laterik.
  10. Spodosols. Tanah yang memiliki horizon spodik dan memiliki horizon eluviasi. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah podsolik.
  11. Ultisols. Tanah yang memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa rendah (< 35%) yang menurun sesuai dengan kedalaman tanah. Tanah yang sudah berkembang lanjut dibentangan lahan yang tua. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah laterik coklat-kemerahan dan tanah podsolik merah- kuning.
  12. Vertisols. Tanah lempung yang dapat mengembang dan mengerut. Dalam keadaan kering dijumpai retkan yang lebar dan dalam. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah grumosol.
Di Indonesia jenis tanah yang umumnya dijumpai adalah jenis tanah Mollisols, Vertisols, Andisols, Alfisols, Inceptisols, Ultisols, Oksisols dan Spodosols. Jenis tanah yang paling banyak ditemui adalah jenis tanah Ultisols yang mencapai 16.74% dari luas lahan yang ada di Indonesia (Sutanto, 2005).

PEMBAHASAN MATERI ANALISIS CITRA DIGITAL

PEMBAHASAN MATERI ANALISIS CITRA DIGITAL 

NAMA : DARWIN
 NIM : G01110141
MK : PENGINDERAAN JAUH

1. Analisis citra penginderaan jauh secara digital
 Citra merupakan gambar pada bidang dua dimensi. Dalam tinjauan matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Ketika sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian cahaya tersebut. Pantulan ini ditangkap oleh alat-alat pengindera optik, misalnya mata manusia, kamera, scanner dan sebagainya. Bayangan objek tersebut akan terekam sesuai intensitas pantulan cahaya. Ketika alat optik yang merekam pantulan cahaya itu merupakan mesin digital, misalnya kamera digital, maka citra yang dihasilkan merupakan citra digital. Pada citra digital, kontinuitas intensitas cahaya dikuantisasi sesuai resolusi alat perekam. Output dari suatu sistem perekaman dapat bersifat [MUN04]: 1. optik, berupa foto, 2. analog, berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, 3. digital, berupa file yang dapat langsung disimpan dalam suatu memori. Di dalam komputer, citra digital disimpan sebagai suatu file dengan format tertentu. Format citra tersebut menunjukan cara sebuah citra digital disimpan, misalnya apakah dengan suatu kompresi atau tidak. Contoh format citra digital adalah .bmp, .jpg, .png, .tif dan sebagainya. Ukuran citra digital dinyatakan dalam pixel (picture element). Umumnya, nilai setiap pixel merupakan kuantisasi harga intensitas cahaya. Dengan demikian, suatu citra digital dapat dipandang sebagai sebuah matriks yang elemen-elemennya menunjukkan intensitas cahaya terkuantisasi. Bedanya terletak pada urutan penyebutan angka ukuran tersebut. Citra digital dengan ukuran 92x112 pixel sebenarnya merupakan sebuah matriks dengan ukuran 112x92, dimana 112 merupakan banyaknya baris dan 92 merupakan banyaknya kolom. Citra digital yang dimaksudkan dalam keseluruhan tugas akhir ini adalah “citra diam” (still image). Selanjutnya citra diam cukup disebut citra Analisis citra Digital yaitu kegiatan mengumpulkan data yang berbentuk citra yang kemudian dikaji secara digital dengan menggunakan computer.

 2. Sistem satelit yang tepat untuk analisa vegetasi
1) Sistem Satelit Landsat Landsat (Land Satellites) merupakan satelit sumberdaya bumi yang paling sering digunakan. Pada mulanya bernama ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite). Pertama kali diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit hanya sampai dengan tanggal 6 Januari 1978. Satelit Landsat mengorbit bumi selaras matahari (sunsynchronous). Bersamaan dengan waktu peluncuran ERTS-B tanggal 22 Juli 1975, NASA (National Aeronautic and Space Administration) secara resmi mengubah program ERTS menjadi program Landsat (untuk membedakan dengan program satelit oseanografi ”Seasat” yang telah direncanakan) sehingga ERTS-1 dan ERTS-B menjadi Landsat -1 dan Landsat-2. Peluncuran Landsat -3 dilakukan pada tanggal 5 Maret 1978. Konfigurasi dasar satelit Landsat 1, 2, dan 3 adalah berbentuk kupu-kupu dengan tinggi kurang lebih 3 (tiga) meter, bergaris tengah 1,5 meter dengan panel matahari yang melintang kurang lebih 4 meter. Berat satelit Landsat kurang lebih 815 kg dan diluncurkan dengan orbit lingkarnya pada ketinggian 920 km. Orbit satelit melalui 90 Kutub Utara dan Kutub Selatan, mengelilingi bumi satu kali dalam 103 menit pada jarak 2.760 km di equator sehingga menghasilkan 14 kali orbit dalam sehari. Landsat 1, 2, dan 3 diluncurkan ke orbit, melintasi equator pada jam 9.42’ siang hari waktu setempat. Sensor Landsat meliput lebar rekaman 185 km. Landsat 1 dan 2 membawa 2 sensor, yaitu RBV (Return Beam Vidicon) dan MSS (Multispectral Scanner). Pada Landsat-3, memiliki rancang bangun yang berbeda, yaitu ada tambahan saluran termal (10,4 – 12,6) mm pada sensor MSS dan resolusi spasial sistem RBV ditingkatkan dengan menggunakan sistem 2 kamera lebar (bukan multispektral). Namun saluran termal pada Landsat-3 MSS mengalami masalah dalam pengoperasiannya, menyebabkan kegagalan, sehingga hanya empat saluran yang dapat meyajikan data dan resolusinya 79 m. Sensor RBV pada Landsat-3 ini membuahkan citra berspektrum lebar dengan faktor peningkatan medan sebesar 2,6 dibandingkan RBV multispektral pada Landsat-1 dan Landsat-2. Selanjutnya diorbitkan Landsat-4 dan Landsat-5, yang merupakan pengembangan daripada Landsat-1, 2 dan 3. Ada beberapa kelebihan daripada Landsat-4 dan 5 dibandingkan dengan Landsat-1, 2 dan 3, antara lain : • stabilitas yang semakin baik, • peningkatan sensor spasial, • kepekaan radiometrik, • laju pengiriman datanya lebih cepat, • fokus penginderaan informasi pada vegetasi dan • pengembangan sistem sensor. Sensor pada Landsat-4 dan 5 disamping memiliki 4 sensor MSS ditambah juga dengan sensor TM (Thematic Mapper), dan ETM (Enhanced Thematic Mapper). Landsat-4 diluncurkan pada Juli 1982, sedangkan Landsat-5 pada Maret 1984. Pada bulan Februari 1993, Landsat-6 diluncurkan namun mengalami kegagalan, karena tidak mencapai orbit dan akhirnya jatuh ke laut. Landsat-6 ini telah mengalami peningkatan pada kemampuan sensornya. Selain memiliki sensor TM dan ETM, juga ditambahkan saluran termal (10,4-12,6 µm). Pada Landsat-4, 5 dan 6, terjadi perubahan-perubahan mendasar dibandingkan dengan Landsat sebelumnya antara lain : • perubahan waktu lintas equator dari jam 9.42 menjadi jam 11.00, • ketinggian orbit dari 920 km menjadi 705 km, • menggunakan GPS (Global Positioning System) canggih untuk menghasilkan rekaman letak ketinggian satelit yang tepat, • menggunakan sistem pengirim data lintas TDRSS (Tracking Data Relay Satellite System). Sistem ini menggunakan 2 satelit komunikasi untuk melakukan pengiriman data dari Landsat ke stasiun bumi di seluruh dunia, • Interval waktu pemotretan daerah yang sama yaitu 16 hari. Kegagalan Landsat-6, menyebabkan EOSAT (Earth Observation Satellite) sebagai operator teknis mulai mengambil langkah-langkah teknis dengan jalan mengembangkan kemampuan Landsat-5 (seoptimal mungkin) sebelum meluncurkan Landsat-7. Langkah-langkah yang diambil antara meliputi : • mempertahankan orbit satelit selaras matahari (sun syncronous) • penempatan saat lintas satelit di khatulistiwa (equator) pada “descending node” yang dimulai pada pukul 09.00 waktu setempat (awal pengoperasiannya pada pukul 09.30) sampai bulan Mei 1996. EOSAT mengharapkan Landsat-5 ini dapat dipertahankan sampai dengan tahun 1997/1998. Sistem Landsat milik Amerika Serikat ini mempunyai 5 (lima) instrumen pencitraan (imaging instrument) atau sensor, yaitu 1) Return Beam Vidicon (RBV); 2) Multispectral Scanner (MSS); 3) Thematic Mapper (TM), dan 4) Enhanced Thematic Mapper (ETM). Landsat 7 ETM+ diluncurkan pada tanggal 15 April 1999 dengan tujuan untuk menghasilkan data seri untuk seluruh daratan dan wilayah pesisir bumi dengan citra yang direkam dengan panjang gelombang tampak mata dan inframerah kualitas tinggi serta melanjutkan basis data Landsat yang sudah ada. Satelit ini dioperasikan bersama oleh NASA, NOAA dan USGS. Citra Landsat 7 ETM+ tersedia dalam tiga level data, yaitu : 0R, 1R dan 1G. Citra dalam level 0R merupakan citra yang belum mengalami koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Untuk citra dalam level 1R sudah mengalami koreksi radiometrik namun belum mengalami koreksi geometrik, sedangkan untuk citra dalam level 1G sudah mengalami koreksi radiometrik maupun koreksi geometrik.
2) Sistem Satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) NOAA adalah Satelit cuaca milik Amerika Serikat yang diluncurkan pada bulan Juni 1979. Hingga kini telah diluncurkan 10 seri satelit NOAA Stasiun bumi NOAA adalah satelit cuaca yang berorbit polar,Satelit NOAA beroperasi di LAPAN, Jakarta mendeteksi seluruh permukaan bumi. Akibatnya sudut putar dan arah orbitnya tidak sama dengan kecepatan dan arah putar bumi. Satelit NOAA (National Oceanic Atmosferic Administration) beroperasi pada ketinggian 850 km di atas permukaan bumi. Satelit NOAA merupakan satelit meterologi generasi ketiga milik ”National Oceanic and Atmospheric Administration” (NOAA) Amerika Serikat. Munculnya satelit ini untuk menggantikan generasi satelit sebelumnya, seperti seri TIROS (Television and Infra Red Observation Sattelite, tahun 1960-1965) dan seri IOS (Infra Red Observation Sattelite, tahun 1970-1976). Konfigurasi satelit NOAA adalah pada ketinggian orbit 833-870 km, inklinasi sekitar 98,7 ° – 98,9 °, mempunyai kemampuan mengindera suatu daerah 2 x dalam 24 jam (sehari semalam). NOAA merupakan satelit yang dapat diandalkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan fisik lautan/samudera dan atmosfer. Seri NOAA ini dilengkapi dengan 6 (enam) sensor utama, yaitu : 1. AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), 2. TOVS (Tiros Operational Vertical Sonde), 3. HIRS (High Resolution Infrared Sounder (bagian dari TOVS), 4. DCS (Data Collection System), 5. SEM (Space Environment Monitor), Satelit NOAA merupakan satelit cuaca yang berfungsi mengamati lingkungan dan cuaca. Satelit ini dimiliki Departemen Perdagangan Amerika Serikat, diluncurkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan dioperasikan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Sekarang di atmosfer Indonesia melintas setiap hari lima seri NOAA, yaitu NOAA-12, NOAA-14, NOAA-15, NOAA-16 dan NOAA-17. Citra NOAA bekerja dengan visible, infrared dan thermal, resolusi 1 km dan 3 km, memberikan gambaran global tentang bumi, sehingga identifikasi bencana alam seperti letusan gunung berapi, kebakaran hutan baik dilakukan dengan citra ini. Citra ERS-1 beresolusi menengah, menggunakan microwave dalam penginderaannya, memungkinkan pengenalan fisik bumi (geomorfologi, geologi) yang lebih baik untuk pengenalan bencana seperti genangan banjir, longsor lahan, dan aktivitas vulkanik. 3) Sistem SPOT (System Protatoire de I’Observation de La Terre ) SPOT merupakan sistem satelit observasi bumi yang mencitra secara optis dengan resolusi tinggi dan diopersikan di luar angkasa. Sistem satelit SPOT terdiri dari serangkaian satelit dan stasiun pengontrol denga cangkupan kepentingan yaitu, kontrol dan pemograman satelit, produksi citra, dan distribusinya. SPOT yang merupakan singkatan dari Satellite Pour l’Observtion de la Terre dijalankan oleh Spot Image yang terletak di Prancis. Sistem ini dibentuk olen CNES (Biro Luar Ankgasa milik Prancis) pada tahun 1978. Tujuan dibentuk SPOT adalah ; 1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan kebumian melalui eksplorasi sumber daya bumi. 2. Mendeteksi dan meramalkan fenomena-fenomena klimatologi dan oseanografi 3. Mengawasi aktivitas manusia dan fenomena alam. 4.

3. Konsep Resolusi (Spasial, spektral, resolusi temporal dan radiometrik) Resolusi yaitu kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan. Dalam pengindraan jauh, dikenal konsep resolusi, yaitu resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi layer. 1) Resolusi spasial Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat disajikan dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat direkam, semakin baik resolusi spasialnya. Begitupun sebaliknya, semakin besar ukuran obyek yang dapat direkam, semakin buruk resolusi spasialnya. • Citra SPOT resolusi spasialnya 10 dan 20 meter • Citra Landsat TM resolusi spasialnya 30 meter • Citra Landsat MSS resolusi spasialnya 79 meter • Citra IKONOS resolusi spasialnya 1.5 meter, diluncurkan pertama kali pada tanggal 24 September 1999 oleh Space Imagine, merupakan citra satelit komersil pertama 2) Resolusi Temporal Resolusi temporal adalah kemampuan sensor untuk merekam ulang objek yang sama. Semakin cepat suatu sensor merekam ulang objek yang sama, semakin baik resolusi temporalnya. • Satelit GMS resolusi temporalnya yaitu 2 x sehari • Landsat MSS dan TM resolusi temporalnya yaitu18 hari untuk generasi 1, 16 hari untuk generasi 2 • Satelit SPOT resolusi temporalnya yaitu 26 hari • Satelit IKONOS resolusi temporalnya yaitu 3 hari. Satelit ini mengorbit bumi sinkron dengan matahari setinggi 681 km. Waktu revolusinya adalah 98 menit. • Satelit QUICKBIRD resolusi temporalnya yaitu 3-7 hari. Satelit ini mengorbit bumi sinkron dengan matahari setinggi 450 km. Waktu revolusinya adalah 93.4 menit. • Satelit ORBVIEW 3 resolusi temporalnya adalah 3 hari. Mengorbit pada ketinggian 470 km. Satelit ini merekam data seluas 2.100 Km² setiap menitnya. • Satelit FORMOSAT 2 resolusi temporalnya yaitu 1 hari. Mengorbit pada ketinggian 891 km, satelit ini melewati beberapa wilayah Indonesia setiap hari, termasuk Pulau Sulawesi, sekaligus dapat melakukan perekaman data tiap kali melintas. 3) Resolusi Spektral Resolusi spektral merupakan ukuran kemampuan sensor dalam memisahkan objek pada beberapa kisaran panjang gelombang. Semakin banyak jumlah saluran yang dipergunakan, semakin tinggi resolusi spektralnya. 4) Resolusi Radiometrik Resolusi radiometrik yaitu ukuran kemampuan sensor dalam merekam atau mengindera perbedaan terkecil suatu objek dengan objek yang lain (ukuran kepekaan sensor). resolusi radiometrik berhubungan dengan kekuatan sinyal, kondisi atmosfir (hamburan, serapan dan tutupan awan), dan saluran spektral yang digunakan. Oleh karena itu penggunaan citra penginderaan jauh digital sangat dipengaruhi oleh kualitas citra atau kemampuan koreksi (koreksi radiometrik dan koreksi geometrik) atau merestorasi datanya, sehingga informasi yang diperoleh cukup akurat dan dapat diandalkan selain itu juga berfungsi untuk memulihkan data citra yang mengalami distorsi ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya. Resolusi radiometrik merupakan range representasi/kuantisasi data, biasanya dipergunakan untuk format raster. Range tersebut dapat berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-31), 6 bit (0-63), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit (0-65535). 5) Resolusi layer Layer merupakan suatu liputan geografis yang berisikan jenis informasi tertentu. Bermacam jenis informasi pada liputan geografis yang sama disebut multi layer. Untuk konteks citra penginderaan jauh digital, layer dan band mengandung pengertian yang sama. Resolusi layer yaitu kemampuan layer monitor (output) dalam menampilkan kenampakan obyek pada citra secara lebih halus. Resolusi layer sendiri dipengaruhi oleh jenis perangkat keras yang dimiliki komputer. Semakin besar resolusi layarnya, maka semakin tinggi pula kemampuannya menyajikan gambar dengan butir-butir pixel yang halus.

 4. Koreksi Geometri dan Radiometri 1) Koreksi Geometri Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan tahapan agar data citra dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan. Acuan dari koreksi geometrik ini dapat berupa peta dasar ataupun data citra sebelumnya yang telah terkoreksi. Sebelum data citra dapat diolah, sistem proyeksi/koordinat peta harus didefinisikan dan disesuaikan terlebih dahulu dengan areal kerja atau dengan data spasial yang telah ada sebelumnya. Dalam koreksi geometrik,istilah rektifikasi digunakan bila data citra dikoreksi dengan peta dasar sebagai acuannya. Sedangkan untuk data citra yang dikoreksi dengan acuan citra lain yang telah terkoreksi digunakan istilah registrasi. 2) Koreksi Radiometri Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan tahapan agar data citra dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan. Acuan dari koreksi geometrik ini dapat berupa peta dasar ataupun data citra sebelumnya yang telah terkoreksi. Dengan kata lain, koreksi radiometrik dilakukan agar informasi yang terdapat dalam data citra dapat dengan jelas dibaca dan diinterpretasikan. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa: • Penggabungan data (data fusion). Yaitu menggabungkan citra dari sumber yang berbeda pada area yang sama untuk membantu di dalam interpretasi. Sebagai contoh adalah menggabungkan data Landsat-TM dengan data SPOT. • Colodraping. Yaitu menempelkan satu jenis data citra di atas data yang lainya untuk membuat suatu kombinasi tampilan sehingga memudahkan untuk menganalisa dua atau lebih variabel. Sebagai contoh adalah citra vegetasi dari satelit ditempelkan di atas citra foto udara pada area yang sama. • Penajaman kontras. Yaitu memperbaiki tampilan citra dengan memaksimumkan kontras antara pencahayaan dan penggelapan atau menaikan dan merendahkan harga data suatu citra. • Filtering. Yaitu memperbaiki tampilan citra dengan mentransformasikan nilai-nilai digital citra, seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai digital yang sama (enhance edge), menghaluskan citra dari noise (smooth noise), dan lainnya. • Formula. Yaitu membuat suatu operasi matematika dan memasukan nilai-nilai digital citra pada operasi matematika tersebut, misalnya Principal Component Analysis (PCA).

5. Penajaman Citra dalam penginderaan jauh Penajaman citra (enhancement), yaitu mengubah nilai piksel secara sistematis sehingga menghasilkan efek kenampakan citra yang lebih ekspresif sesuai dengan kebutuhan pengguna. Meliputi semua operasi yang menghasilkan citra baru dengan kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda. Penajaman Kontras ini bertujuan untuk memperoleh kesan kontras yang lebih tinggi. Dengan mentransformasi seluruh nilai kecerahan maka hasilnya adalah berupa citra baru dengan nilai maksimum awal, dan nilai minimum baru lebih rendah dari nilai minimum awal dan jika dilihat secara visual hasilnya berupa citra baru yang variasi hitam putihnya lebih menonjol sehingga tampak lebih tajam dan memudahkan proses interpretasi.

 6. Filter high pass dalam proses pengolahan Citra digital Pemfilteran adalah cara untuk ekstraksi bagian data tertentu dari suatu himpunan data dengan menghilangkan bagian-bagian data yang tidak diinginkan. Filter dirancang untuk menyaring informasi spectral sehingga menghasilkan citra baru yang mempunyai variasi nilai spektral yang berbeda dengan citra asli. Terdapat 2 jenis filtering, yaitu filter high pass dan filter low pass. 1) Filter high pass adalah filter yang digunakan untuk menajamkan penampakan pada citra seperti jalan, patahan lingkungan air dan tanah dengan menekan frekuensi tinggi tanpa mempengaruhi bagian dari frekuensi rendah citra. Filter ini digunakan untuk citra satelit Landsat. Hasil dari interpretasi citra filter high pass ini yaitu objek yang ada pada citra seolah-olah memiliki bayangan hitam sehingga dapat memperjelas atau mempertajam citra. Filter high pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari piksel ke piksel, sedangkan filter low pass justru sebaliknya, memiliki fungsi untuk menaikkan frekwensi sehingga batas satu bentuk dengan bentuk lainnya menjadi jelas. Tujuannya untuk menonjolkan perbedaan antara objek ataupun perbedaan nilai, kondisi ataupun sifat antar objek yang diwakili oleh nilai piksel. 2) Filter low pass adalah batas antara satu bentuk dengan bentuk lainnya menjadi kabur sehingga terkesan memiliki gradasi yang halus. Tujuannya untuk memperhalus kenampakan citra.

7. Transformasi index vegetasi dalam pegolahan citra digital

Indeks vegetasi atau NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan suatu tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah dan band NIR yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). NDVI dapat digunakan sebagai indikator biomasa dan tingkat kehijauan (greenness) relatif (Sutanto, 1986). Indeks vegetasi merupakan nilai yang diperoleh dari gabungan beberapa spektral band spesifik dari citra penginderaan jauh. Gelombang indeks vegetasi diperoleh dari energi yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra penginderaan jauh untuk menunjukkan ukuran kehidupan dan jumlah dari suatu tanaman. Tanaman memancarkan dan menyerap gelombang yang unik sehingga keadan ini dapat di hubungakan dengan pancaran gelombang dari objek-objek yang lain sehingga dapat di bedakan antara vegetasi dan objek selain vegetasi (Horning, 2004). Transformasi NDVI memanfaatkan beberapa saluran dari citra satelit Landsat ETM + antara lain ; band 3 (TM 3) yang lebih dikenal dengan saluran merah dan band 4 yang lebih dikenal dengan saluran inframerah dekat. Kelebihan kedua saluran ini untuk identifikasi vegetasi adalah obyek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi (Swain, 1978) . Perhitungan perbandingan sifat respon obyek terhadap pantulan sinar merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat digunakan untuk memperkirakan kerapatan atau kondisi kanopi/kehijauan tanaman. Tanaman yang sehat berwarna hijau mempunyai nilai indeks vegetasi tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR (Purwadhi dan Sri, 2001). Ada banyak metode yang digunakan untuk menghitung indeks vegetasi, yang bisa digunakan adalah NDVI. NDVI merupakan suatu pembagian dari gelombang yang dipantulkan oleh vegetasi dengan gelombang yang diserap oleh tanaman yaitu gelombang infrared dekat dengan gelombang merah, dan penjumlahan dan pengurangannya dari tiap-tiap gelombang merupakan suatu normalisasi dari irradians (Shorts, 2006).

8. Klasifikasi multispectral dalam Penginderaan jauh
        Klasifikasi multispectral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan kriteria tertentu yaitu nilai spectral atau nilai kecerahan pada beberapa saluran sekaligus.
        Klasifikasi multispektral ini hanya bisa dilakukan pada citra satelit format digital dengan bantuan sistem computer dan .mengandalkan nilai kecerahan untuk membedakan obyek-obyek yang terekam pada citra.

CONTOH MAKALAH PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh berkembang sangat pesat sejak lima dasawarsa terakhir ini. Perkembangannya meliputi aspek sensor, wahana atau kendaraan pembawa sensor, jenis citra serta liputan dan ketersediaannya, alat dan analisis data, dan jumlah pengguna serta bidang penggunaannya. Di Indonesia, penggunaan foto udara untuk survey pemetaan sumber daya telah dimulai oleh beberapa instansi pada awal tahun 1970-an. Saat ini telah beredar banyak jenis satelit sumber daya. Mulai dari negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Jepang, Rusia, hingga negara-negara besar namun dengan pendapatan per kapita yang rendah seperti India dan Republik Rakyat Cina. Berbagai satelit sumberdaya yang diluncurkan itu menawarkan kemampuan yang bervariasi, dari resolusi spasial 0,6 meter (QuickBirth milik Amerika) hingga sekitar 1,1 kilometer (NOAA-AVHRR juga milik Amerika Serikat). Berbagai negara di Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia dan bahkan Afrika telah banyak memanfaatkan satelit itu untuk pembangunan. 1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan penginderaan jauh ? 2) Apa manfaat penginderaan jauh ? 3) Bagaimana penginderaan jauh dapat dilakukan ? 4) Mengapa penginderaan jauh sangat berperan penting dalam berbagai hal ? 5) Apa saja komponen penginderaan jauh ? 6) Bagaimana cara menginterpretasi citra ? 1.3 Tujuan Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah penginderaan jauh, juga diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penginderaan jauh dan interpretasi citra serta manfaatnya yang diperlukan dalam berbagai bidang. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1979). Sedangkan menurut Lindgren, Penginderaan jauh ialah berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Dari beberapa batasan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh merupakan upaya memperoleh informasi tentang objek dengan menggunakan alat yang disebut “sensor”, tanpa kontak langsung dengan objek (Darwin, 2012). Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan upaya untuk memperoleh data dari jarak jauh dengan menggunakan peralatan tertentu. Data yang diperoleh itu kemudian dianalisis dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Data yang diperoleh dari penginderaan jauh dapat berbentuk hasil dari variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Sebagai contoh grafimeter memperoleh data dari variasi daya tarik bumi (gravitasi), sonar pada sistem navigasi memperoleh data dari gelombang bunyi dan mata kita memperoleh data dari energi elektromagnetik. Jadi penginderaan jauh merupakan pemantauan terhadap suatu objek dari jarak jauh dengan tidak melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi tentang obyek atau gejala di permukaan bumi (atau permukaan bumi) tanpa melalui kontak langsung. Karena tanpa kontak langsung, diperlukan media supaya obyek atau gejala tersebut dapat diamati dan ‘didekati’ oleh si penafsir. Media ini berupa citra (image atau gambar). Citra adalah gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak langsung direkam pada film. Citra dihasilkan dari sensor yang dipasang pada wahana. 2.2 Manfaat Penginderaan Jauh Manfaat Penginderaan Jauh Secara Umum Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Penginderaan jauh makin banyak dimanfaatkan karena berbagai macam alasan sebagai berikut :  Citra dapat dibuat secara cepat meskipun pada daerah yang sulit ditempuh melalui daratan, contohnya hutan, rawa dan pegunungan.  Citra menggambarkan obyek dipermukaan bumi dengan wujud dan letak objek mirip dengan sebenarnya, gambar relatif lengkap, liputan daerah yang luas dan sifat gambar yang permanen  Citra tertentu dapat memberikan gambar tiga dimensi jika dilihat dengan menggunakan stereoskop. Gambar tiga dimensi itu sangat menguntungkan karena menyajikan model obyek yang jelas, relief lebih jelas, memungkinkan pengukuran beda tinggi, pengukuran lereng dan pengukuran volume.  Citra dapat menggambarkan benda yang tidak tampak sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya. Sebagai contoh adalah terjadinya kebocoran pipa bawah tanah.  Citra sebagai satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana. Adapun manfaat penginderaan jauh dibidang geologi adalah a. Melakukan pemetaan permukaan, di samping pemotretan dengan pesawat terbang dan menggunakan aplikasi GIS. b. Menentukan struktur geologi dan macam batuan. c. Melakukan pemantauan daerah bencana (kebakaran), pemantauan aktivitas gunung berapi, aktivitas tektonik dan pemantauan persebaran debu vulkanik. d. Melakukan pemantauan distribusi sumber daya alam, seperti hutan (lokasi, macam, kepadatan, dan perusakan), bahan tambang 2.3 Komponen Penginderaan Jauh 1. Tenaga untuk Penginderaan Jauh Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan sensor buatan, untuk itu diperlukan tenaga penghubung yang membawa data tentang obyek ke sensor. Data tersebut dikumpulkan dan direkam dengan 3 cara dengan variasi sebagai berikut: a. Distribusi daya (force). Contoh: Gravitometer mengumpulkan data yang berkaitan dengan gaya tarik bumi. b. Distribusi gelombang bunyi. Contoh: Sonar digunakan untuk mengumpulkan data gelombang suara dalam air. c. Distribusi gelombang electromagnetik. Contoh: Camera untuk mengumpuilkan data yang berkaitan dengan pantulan sinar. Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga yaitu matahari yang merupakan sumber utama tenaga elektromagnetik alami yang digunakan pada teknik pengambilan data obyek dalam penginderaan jauh. Penginderaan jauh dengan memanfaatkan tenaga alamiah disebut penginderaan jauh sistem pasif. Sedangkan sumber tenaga buatan digunakan dalam penginderaan jauh sistem aktif. Tenaga ini mengenai obyek di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. Ia juga dapat berupa tenaga dari obyek yang dipancarkan ke sensor. Jumlah tenaga matahari yang mencapaui bumi (radiasi) dipengaruhi oleh waktu (jam, musim), lokasi dan kondisi cuaca. Jumlah tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlahnya pada pagi atau sore hari. Kedudukan matahari terhadap tempat di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim. 2. Atmosfer Atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang, sehingga hanya sebagian kecil saja tenaga elektromagnetik yang dapat mencapai permukaan bumi dan dimanfaatkan untuk penginderaan jauh. Bagian spektrum elektromagnetik yang mampu melalui atmosfer dan dapat mencapai permukaan bumi disebut “jendela atmosfer”. Jendela atmosfer yang paling dulu dikenal orang dan paling banyak digunakan dalam penginderaan jauh hingga sekarang ialah spektrum tampak yang dibatasi oleh gelombang 0,4 µm hingga 0,7 µm. Panjang gelombang “Special Band” spektrum elektromagnetik dan saluran yang digunakan dalam penginderaan jauh (Sabins Jr., 1978). Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan bumi secara utuh, karena sebagian dari padanya mengalami hambatan oleh atmosfer. Hambatan ini terutama disebabkan oleh butir-butir yang ada di atmosfer seperti debu, uap air dan gas. Proses penghambatannya terjadi dalam bentuk serapan, pantulan dan hamburan. 3. Interaksi Tenaga dengan Objek Tenaga dalam penginderaan jauh merupakan tenaga penghubung yang membawa data tentang objek ke sensor dapat berupa bunyi, daya magnetik, gay berat, dan tenaga elektromagnetik. 4. Sensor atau Alat Pengindera Sensor adalah alat yang digunakan untuk melacak, mendeteksi, dan merekam suatu obyek dalam daerah jangkauan tertentu. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kemampuan sensor untuk merekam gambar terkecil disebut resolusi spasial. Semakin kecil obyek yang dapat direkam oleh sensor semakin baik kualitas sensor itu dan semakin baik resolusi spasial dari citra. Jenis sensor dan sifatnya Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan: a. Sensor Fotografi Proses perekaman ini berlangsung secara kimiawi. Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada emulsi film yang bila diproses akan menghasilkan foto. Kalau pemotretan dilakukan dari pesawat udara atau wahana lainnya, fotonya disebut foto udara. Tapi bila pemotretan dilakukan dari antariksa, fotonya disebut foto orbital atau foto satelit. b. Sensor Elektrik Sensor ini menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Alat penerima dan perekamannya berupa pita magnetik atau detektor lainnya. Sinyal elektrik yang direkam pada pita magnetik ini kemudian diproses menjadi data visual maupun menjadi data digital yang siap dikomputerkan. Pemerosesannya menjadi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: 1) dengan memotret data yang direkam dengan pita magnetik yang diwujudkan secara visual pada layar monitor. 2) dengan menggunakan film perekam khusus. Hasilnya berupa foto dengan film sebagai alat perekamnya, tapi film di sini hanya berfungsi sebagai alat perekam saja, maka hasilnya disebut citra penginderaan jauh. 5. Pengolahan Data Pengolahan data dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan interpretasi secara visual, dan dapat pula dengan cara numerik atau cara digital yaitu dengan menggunakan komputer. Foto udara pada umumnya diinterpretasi secara manual, sedangkan data hasil penginderaan jauh secara elektronik dapat diinterpretasi secara manual maupun secara numerik. 6. Pengguna Data Penggunaan data (orang, badan, atau pemerintah) merupakan komponen paling penting dalam penginderaan jauh karena para penggunalah yang dapat menentukan diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh tersebut. Data yang dihasilkan mencakup wilayah, sumber daya alam suatu negara yang merupakan data sangat penting untuk kepentingan orang banyak, maka data ini penting dijaga penggunaannya. data sangat penting untuk kepentingan orang banyak, maka data ini penting dijaga penggunaannya. 2.4. Sistem Penginderaan Jauh Sensor penginderaan jauh mendapatkan informasi tentang obyek dari jarak jauh. Informasi yang didapatkan ini berasal dari sejumlah energi yang datang dari obyek dan diterima oleh sensor. Energi terrekam oleh sensor satelit dengan nilai yang bervariasi antar satu obyek dengan obyek lainnya ataupun pada sebuah obyek namun dengan kondisi yang berbeda. Energi merupakan unsur yang sangat penting sebagai penghantar informasi dalam penginderaan jauh. Tanpa adanya energi ini maka informasi tidak akan dapat diperoleh oleh sensor satelit. Dengan demikian keberadaan energi yang masuk ke sensor adalah hal pokok dari perolehan informasi tentang obyek di muka bumi. Dengan mendasarkan pada bentuk energi ini, penginderaan jauh dapat dibedakan menjadu dua bentuk yaitu penginderaan jauh system pasif dan penginderaan jauh system aktif. Penginderaan jauh sistem pasif adalah penginderaan jauh yang menggunakan energi yang berasal dari obyek. Energi dapat berupa pantulan dari sumber lain, yang dalam hal ini umumnya adalah matahari. Energi bersumber dari matahari. Energi dari matahari dipancarkan ke obyek dan kemudian terpantulkan menuju sensor. Energi dapat pula berasal dari pancaran suatu obyek seperti sumber-sumber thermal, misal lokasi kebakaran hutan, sumber panas bumi, dan lain-lain. Sensor satelit sistem ini tidak membangkitkan energi sendiri. Berbagai satelit sumber daya seperti Landsat, QuickBird, Ikonos, dan lain-lain adalah termasuk pada system penginderaan jauh pasif ini. Kelemahan penginderaan jauh sistem ini adalah resolusi spasialnya semakin kasar karena panjang gelombangnya semakin besar. Penginderaan jauh system aktif adalah penginderaan jauh yang menggunakan energi yang berasal dari sensor tersebut. Sensor membangkitkan energi yang diarahkan ke obyek, kemudian obyek memantulkan kembali ke sensor. Energi yang kembali ke sensor membawa informasi tentang obyek tadi. Serangkaian nilai energi yang tertangkap sensor ini disimpan sebagai basis data dan selanjutnya dianalisis. Penginderaan jauh aktif dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari. Sistem penginderaan jauh aktif tidak tergantung pada adanya sinar matahari, karena energi bersumber dari sensor. Contoh dari system penginderaan jauh aktif ini adalah system kerja radar. Radar membangkitkan energi yang diarahkan ke obyek. Energi yang sampai pada obyek sebagian terpantul dan kembali ke sensor. Sensor radar kembali menangkap energi tersebut, energi yang telah melakukan perjalanan menuju obyek. Pada umumnya sistem ini menggunakan gelombang mikro, tapi dapat juga menggunakan spektrum tampak, dengan sumber tenaga buatan berupa laser. Tenaga elektromagnetik pada penginderaan jauh sistem pasif dan sistem aktif untuk sampai di alat sensor dipengaruhi oleh atmosfer. Atmosfer mempengaruhi tenaga elektromagnetik yaitu bersifat selektif terhadap panjang gelombang, karena itu timbul istilah “Jendela atmosfer”, yaitu bagian spektrum elektromagnetik yang dapat mencapai bumi. Adapun jendela atmosfer yang sering digunakan dalam penginderaan jauh ialah spektrum tampak yang memiliki panjang gelombang 0,4 mikrometer hingga 0,7 mikrometer. Spektrum elektromagnetik merupakan spektrum yang sangat luas, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh, itulah sebabnya atmosfer disebut bersifat selektif terhadap panjang gelombang. Hal ini karena sebagian gelombang elektromagnetik mengalami hambatan, yang disebabkan oleh butirbutir yang ada di atmosfer seperti debu, uap air dan gas. Proses penghambatannya terjadi dalam bentuk serapan, pantulan dan hamburan. Analisa data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik dan data lapangan. Hasil nalisa yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi dan kondisi sumberdaya lokasi. Informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut. Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data tersebut disebut Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi, 2001) 2.5.Interpretasi Citra Penginderaan Jauh Dalam penginderaan jauh didapat masukan data atau hasil observasi yang disebut citra. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu objek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau. Sebagai contoh, memotret bunga di taman. Foto bunga yang berhasil kita buat itu merupakan citra bunga tersebut. Menurut Simonett (1983): bahwa citra sebagai gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa suatu gambaran pada foto) yang didapat dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik atau elektronik. Di dalam bahasa Inggris terdapat dua istilah yang berarti citra dalam bahasa Indonesia, yaitu “image” dan “imagery”, akan tetapi istilah imagery dirasa lebih tepat penggunaannya (Susanto, 1986). Agar dapat dimanfaatkan maka citra tersebut harus diinterpretasikan atau diterjemahkan/ ditafsirkan terlebih dahulu. Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett, 1975). Singkatnya interpretasi citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti Geologi, Geografi, Ekologi, Geodesi dan disiplin ilmu lainnya. Dalam menginterpretasikan citra dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:  Deteksi ialah pengenalan objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh sensor.  Identifikasi ialah mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan.  Analisis ialah mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terinci. Hasil proses rekaman data penginderaan jauh tersebut berupa: • Data digital atau data numerik untuk dianalisis dengan menggunakan komputer. • Data visual dibedakan lebih jauh atas data citra dan data non citra untuk dianalisis dengan cara manual. Data citra berupa gambaran mirip aslinya, sedangkan data non citra berupa garis atau grafik. Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographic image) atau foto udara dan non citra 1. Citra Foto Citra foto adalah gambaran yang dihasilkan dengan menggunakan sensor kamera. Citra foto dapat dibedakan berdasarkan: a. Spektrum Elektromagnetik yang digunakan Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas: 1. Foto ultra violet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet dekat dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer. 2. Foto ortokromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 - 0,56 mikrometer). 3. Foto pankromatik yaitu foto yang dengan menggunakan spektrum tampak mata. 4. Foto infra merah yang terdiri dari foto warna asli (true infrared photo) yang dibuat dengan menggunakan spektrum infra merah dekat sampai panjang gelombang 0,9 mikrometer hingga 1,2 mikrometer dan infra merah modifikasi (infra merah dekat) dengan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan saluran hijau. b. Sumbu kamera Foto udara dapat dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi, yaitu: 1. Foto vertikal atau foto tegak (orto photograph), yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi. 2. Foto condong atau foto miring (oblique photograph), yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan bumi. Sudut ini pada umumnya sebesar 10 derajat atau lebih besar. Tapi apabila sudut condongnya masih berkisar antara 1 - 4 derajat, foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal. Foto condong masih dibedakan lagi menjadi: a. Foto agak condong (low oblique photograph), yaitu apabila cakrawala tidak tergambar pada foto. b. Foto sangat condong (high oblique photograph), yaitu apabila pada foto tampak cakrawalanya. c. Warna yang digunakan Berdasarkan warna yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas: 1. Foto berwarna semua (false colour). Warna citra pada foto tidak sama dengan warna aslinya. Misalnya pohonpohon yang berwarna hijau dan banyak memantulkan spketrum infra merah, pada foto tampak berwarna merah. 2. Foto berwarna asli (true colour). Contoh: foto pankromatik berwarna. d. Wahana yang digunakan Berdasarkan wahana yang digunakan, ada 2 (dua) jenis citra, yakni: 1) Foto udara, dibuat dari pesawat udara atau balon 2) Foto satelit/orbital, dibuat dari satelit 2. Citra Non Foto Citra non foto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor bukan kamera Citra non foto dibedakan atas: a. Spektrum elektromagnetik yang digunakan Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan, citra non foto dibedakan atas: 1. Citra infra merah thermal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum infra merah thermal. Penginderaan pada spektrum ini mendasarkan atas beda suhu objek dan daya pancarnya pada citra tercermin dengan beda rona atau beda warnanya. 2. Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan dengan sistim aktif yaitu dengan sumber tenaga buatan, sedang citra gelombang mikro dihasilkan dengan sistim pasif yaitu dengan menggunakan sumber tenaga alamiah. b. Sensor yang digunakan Berdasarkan sensor yang digunakan, citra non foto terdiri dari: 1) Citra tunggal, yakni citra yang dibuat dengan sensor tunggal, yang salurannya lebar. 2) Citra multispektral, yakni citra yang dibuat dengan sensor jamak, tetapi salurannya sempit, yang terdiri dari:  Citra RBV (Return Beam Vidicon), sensornya berupa kamera yang hasilnya tidak dalam bentuk foto karena detektornya bukan film dan prosesnya non fotografik.  Citra MSS (Multi Spektral Scanner), sensornya dapat menggunakan spektrum tampak maupun spektrum infra merah thermal. Citra ini dapat dibuat dari pesawat udara. c. Wahana yang digunakan Berdasarkan wahana yang digunakan, citra non foto dibagi atas: 1) Citra Dirgantara (Airborne Image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi di udara (dirgantara). Contoh: Citra infra merah thermal, citra radar dan citra MSS. Citra dirgantara ini jarang digunakan. 2) Citra Satelit (Satellite/Spaceborne Image), yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau angkasa luar. Citra ini dibedakan lagi atas penggunaannya, yakni: a) Citra satelit untuk penginderaan planet. Contoh: Citra satelit Viking (AS), Citra satelit Venera (Rusia). b) Citra satelit untuk penginderaan cuaca. Contoh: NOAA (AS), Citra Meteor (Rusia). c) Citra satelit untuk penginderaan sumber daya bumi. Contoh: Citra Landsat (AS), Citra Soyuz (Rusia) dan Citra SPOT (Perancis). d) Citra satelit untuk penginderaan laut. Contoh: Citra Seasat (AS), Citra MOS (Jepang). Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu melalui pengenalan objek melalui proses deteksi dan penilaian atas fungsi objek. 1. a. Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu objek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda dan gejala di sekitar kita, penginderaannya tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil rekaman dari foto udara atau satelit. b. Identifikasi. Ada 3 (tiga) ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut: • Spektoral Ciri spektoral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna. • Spatial Ciri spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi. • Temporal Ciri temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman. 2. Penilaian atas fungsi objek dan kaitan antar objek dengan cara menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju ke arah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada tahapan ini, interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsir citra. Menurut Prof. Dr. Sutanto, pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu .(Prof Dr. Sutanto, Penginderaan Jauh, jilid I, 1999) Perekaman data dari citra berupa pengenalan objek dan unsur yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari menguraikan atau memisahkan objek yang rona atau warnanya berbeda dan selanjutnya ditarik garis batas/delineasi bagi objek yang rona dan warnanya sama. Kemudian setiap objek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteristik spasial danatau unsur temporalnya. Objek yang telah dikenali jenisnya, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasinya dan digambarkan ke dalam peta kerja atau peta sementara. Kemudian pekerjaan medan (lapangan) dilakukan untuk menjaga ketelitian dan kebenarannya. Setelah pekerjaan medan dilakukan, dilaksanakanlah interpretasi akhir dan pengkajian atas pola atau susunan keruangan (objek) dapat dipergunakan sesuai tujuannya. Untuk penelitian murni, kajiannya diarahkan pada penyusunan teori, sementara analisisnya digunakan untuk penginderaan jauh, sedangkan untuk penelitian terapan, data yang diperoleh dari citra digunakan untuk analisis dalam bidang tertentu seperti geografi, oceanografi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Dalam menginterpretasi citra, pengenalan objek merupakan bagian yang sangat penting, karena tanpa pengenalan identitas dan jenis objek, maka objek yang tergambar pada citra tidak mungkin dianalisis. Prinsip pengenalan objek pada citra didasarkan pada penyelidikan karakteristiknya pada citra. Karakteristik yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut unsur interpretasi citra. Unsur Interpretasi Citra Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati kenampakan objek dalam foto udara, yaitu: 1.Rona dan Warna Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat pada foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam putih rona yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu. Tingkat kecerahannya tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan objek, arah datangnya sinar matahari, waktu pengambilan gambar (pagi, siang atau sore) dan sebagainya. Pada foto udara berwarna, rona sangat dipengaruhi oleh spektrum gelombang elektromagnetik yang di gunakan, misalnya menggunakan spektrum ultra violet, spektrum tampak, spektrum infra merah dan sebagainya. Perbedaan penggunaan spektrum gelombang tersebut mengakibatkan rona yang berbeda-beda. Selain itu karakter pemantulan objek terhadap spektrum gelombang yang digunakan juga mempengaruhi warna dan rona pada foto udara berwarna. 2.Bentuk Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek yang dapat dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja. Contoh: 1) Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U atau empat persegi panjang. 2) Gunung api, biasanya berbentuk kerucut. 3. Ukuran Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya. Contoh: Lapangan olah raga sepakbola dicirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80 m - 100 m). 4. Tekstur Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra. Ada juga yang mengatakan bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan sedang Misalnya: Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus, Pabrik dapat dikenali dengan bentuknya yang serba lurus dan ukurannya yang besar, jauh lebih besar dari ukuran rumah mukim pada umumnya. Pabrik itu berasosiasi dengan lori yang tampak pada foto dengan bentuk empat persegi panjang dan ronanya kelabu, mengelompok dalam jumlah besar . 5. Pola Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Contoh: Pola aliran sungai menandai struktur geologis. Pola aliran trelis menandai struktur lipatan. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah dan jaraknya seragam, dan selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya. 6. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas. Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan objek yang tergambar dengan jelas, sedangkan pada foto tegak hal ini tidak terlalu mencolok, terutama jika pengambilan gambarnya dilakukan pada tengah hari. 7. Situs Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran rendah, dan sebagainya. 8. Asosiasi Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Contoh: Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang). 9. Konvergensi Bukti Konvergensi bukti ialah penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu kesimpulan tertentu. Contoh: Tumbuhan dengan tajuk seperti bintang pada citra, menunjukkan pohon palem. Bila ditambah unsur interpretasi lain, seperti situsnya di tanah becek dan berair payau, maka tumbuhan palma tersebut adalah sagu. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1979). Citra adalah gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik dan dipasang pada wahana. Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan Komponen Penginderaan Jauh yaitu : sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan dan berbagai penggunaan data. penginderaan jauh dapat dibedakan menjadu dua bentuk yaitu penginderaan jauh system pasif yang menggunakan energi yang berasal dari obyek. Energi dapat berupa pantulan dari sumber lain, yang dalam hal ini umumnya adalah matahari dan penginderaan jauh system aktif yang menggunakan energi yang berasal dari sensor tersebut. interpretasi citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti Geologi, Geografi, Ekologi, Geodesi dan disiplin ilmu lainnya. Dalam menginterpretasikan citra dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu: • Deteksi ialah pengenalan objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh sensor. • Identifikasi ialah mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan. • Analisis ialah mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terinci. Karakteristik yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut unsur interpretasi citra yang meliputi : rona/ warna, ukuran, bentuk, pola, tekstur, bayangan, situs, asosiasi, dan konvergensi bukti. 3.2. Saran Teknologi sudah semakin maju, penginderaan jauh yang awalnya hanya menggunakan citra foto udara dengan wahana balon udara kini telah banyak dikembangkan dengan munculnya citra satelit yang tentu saja cara kerjanya lebih canggih. Penggunaan citra satelit hendaknya lebih di dikembangkan lagi dan pemanfaatanya lebih dioptimalkan. DAFTAR PUSTAKA Estes J.E., Imaging with Photographic and Nonphotographic Sensor System, In : Remote Sensing Tehciques for Environtmental Analysis, California: Hamilton Publishing Compagny, 1974. Lillesand, Kiefer, Penginderaan jauh dan Interpretasi Citra, Gajah Mada University Press, 1988. Lindgren, D.T., Land use Planning and Remote Sensing, Doldrecht: Martinus Nijhoff Publisher, 1985. Drs. Mamat Ruhimat, Penuntun Belajar Geografi I, Bandung: Ganeca Exact. Sutanto, prof., Penginderaan jauh, Jilid I, Fakultas Geografi, Gajah Mada University Press, 1998.

JURNAL-PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DAN ANALISIS KUANTITATIF
DALAM KARAKTERISASI CITRA MIKROSKOPIK

M. Syamsa Ardisasmita
Pusbangteklnformatika dan Komputasi -BATAN Kawasarl PUSPIPTEK Serpong 15310


ABSTRACT
THE DIGITAL IMAGE PROCESSING AND QUANTITATIVE ANALYSIS IN MICROSCOPIC IMAGE CHARACTERIZATION. Many electron microscopes although have produced digital images, but not all of them are equipped with a supporting unit to process and analyse image data quantitatively. Generally the analysis of image has to be made visually and the measurement is realized manually. The development of mathematical method for geometric analysis and pattern recognition, allows automatic microscopic image analysis with computer. Image processing program can be used for image texture and structure periodic analysis by the application of Fourier transform. Because the development of composite materials, Fourier analysis in frequency domain become important for measure the crystallography orientation. The periodic structure analysis and crystal orientation are the key to understand many material properties like mechanical strength, stress, heat conductivity, resistance, capacitance and other material electric and magnetic properties. In this paper will be shown the application of digital image processing in microscopic image characterization and analysis in microscopic image.


1. PENDAHULUAN
Mikroskop adalah alat yang memungkinkan perbesaran citra obyek untuk mengamati rincian dari obyek tersebut. Perkembangannya mulai dari mikroskop optik yang menggunakan satu seri lensa gelas untuk membelokkan gelombang cahaya tampak agar menghasilkan citra yang diperbesar, mikroskop petrografik, mikroskop medan-gelap, mikroskop rasa, mikroskop ultraviolet, mikroskop medan dekat dan mikroskop elektron yang menggunakan berkas electron untuk mengiluminasi obyek. Jenis mikroskop optic umumnya tidak dapat membentuk citra yang lebih kecil dari pada panjang gelombang cahaya yang digunakan, jadi kekuatan perbesaran mikroskop optik dibatasi oleh panjang gelombang cahaya. Elektron memiliki panjang gelombang yang jauh lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya, jadi mikroskop elektron dapat melihat struktur yang lebih kecil. Panjang gelombang cahaya tampak terkecil adalah 4.000 angstroms, sedangkan panjang gelombang elektron yang digunakan pada mikroskop elektron biasanya dalam orde angstrom tergantung tegangan pemercepat yang digunakan (λ=√150/V). Dengan mikroskop elektron dapat diperoleh perbesaran obyek dengan resolusi tinggi sampai ratusan ribu kali dibandingkan mikroskop optic yang maksimum hanya dua ribu kali perbesaran dengan rincian obyek kurang terlihat dengan jelas. Daya pemisah yang besar pada mikroskop elektron dapat diturunkanmdari persamaan limit resolusi suatu lensa:
D = 0,61 λ / (n sin ᶿ).
Ada dua jenis mikroskop elektron: mikroskop eletron transmisi (TEM- transmission electron microscope) dan mikroskop elektron sapuan (SEM–scanning electron microscope). Setiap mikroskop electron memiliki senapan elektron yaitu sumber filamen yang dipercepat oleh suatu pelat anoda yang memancarkan berkas elektron untuk mengiluminasi lembaran cuplikan. Lensa magnetik silinder dibuat untuk mengfokuskan elektron sehingga diperoleh citra obyek pada system penyimpan alau penampil. Pada TEM, berkas electron dipancarkan langsung melalui obyek yang akan diperbesar, sebagian diserap dan sebagian lainnya dilewatkan. Obyek tersebut harus dipotong sangat tipis agar dapat dilihat dengan TEM yaitu tebalnya harus lebih kecil dari beberapa ribu angstrom. Biasanya pelat fotografi atau layar flouresensi ditempatkan dibelakang cuplikan untuk menangkap citra dan perbesaran yang dihasilkan bisa mencapai satu juta kali.
Sedangkan pacta SEM, berkas elektron difokuskan tajam dan digerakkan sepanjang cuplikan. Berkas electron tersebut dihamburkan langsung oleh cuplikan membentuk elektron pantulan balik (backs-cattereda) atau menghasilkan pancaran elektron sekunder. Pancaran elektron sekunder dan backscattered ini dihimpun dan dicacah oleh detektor sekunder atau detektor backs-caller yang diletakkan dekat cuplikan, kemudian diubah menjadi tegangan dan dikuatkan oleh rangkaian penguat. Formasi citra pada SEM tidak secara langsung jika dibandingkan dengan TEM. Sapuan pacta cuplikan membetuk elemen gambar (pixel) pada monitor televisi. Jumlah cacah akan memberikan keterangan dari pixel. Citra permukaan cuplikan sebagai basil sapuan elektron terlihat dipeIbesar pacta layar tabung televisi. Sifat yang menarik pacta SEM adalah memberikan tingkat perbesaran yang tinggi dan kedalaman fokus yang besar. Tidak seperti pacta TEM, SEM dapat memperlihatkan rincian daTi permukaan obyek dalam kualitas tiga-dimensi.
 Karena umumnya basil yang diperoleh dari pengamatan mikroskop berupa gambar fotografi, analisis biasanya dilakukan secara visual. Walaupun system pencitraan mikroskop elektronik sudah bempa citra digital tetapi belum seluruhnya dilengkapi perangkat penunjang untuk melakukan pengolahan dan analisis citra secara kuantitatif. Pada peralatan tersebut, umumnya analisis dilakukan secara visual dan pengukuran, misalnya luas dan keliling obyek dilakukan secara manual. Kesulitan akan dihadapi jika jumlah obyek besar, bentuknya tidak beraturan dan acta pula yang saling bertindihan. Jika dapat dilakukan otomatisasi pengukuran parameter obyek tentu akan sangat membantu kecepatan analisis dan ketepatan interpretasinya. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem pengolahan citra serbaguna yang andal dan murah dengan menerapkan berbagai metoda matematika baru untuk pengolahan, analisis dan interpretasi citra digital daTi suatu sistem pencitraan. Transformasi Fourier merupakan perangkat matematika penting dalam pengolahan sinyal dan analisis citra digital, yaitu untuk menghubungkan antara domain spasial dengan domain frekuensi. Pacta domain frekuensi dapat dilakukan peIbaikan kualitas penampilan cilIa dan beberapa koreksi linear yang menjadi somber degradasi seperti kurang fokusnya gambar yang menyebabkan kekaburan.
Transformasi Fourier dua dimensi dipergunakan untuk menghitung spektrum energi citra pada domain frekuensi. PeIbaikan penampilan citra dan koreksi linear dapat dilakukan dengan filter komponenkomponen frekuensi. Pilihan jenis filter tergantung pada frekuensi guling dari peralatan sistem optik dan factor linear yang menyebabkan kualitas citra mengalami degradasi. Setelah itu transformasi Fourier balik pada komponen-komponen frekuensi akan mengembalikan citra terkoreksi ke domain spasial. Karena data citra digital sangat besar maka untuk meningkatkan waktu perhitungan algoritma transformasi Fourier cepat (FFT).

2. PRINSIP PEMBENTUKKAN CITRA PADA MIKROSKOP ELEKTRONIK
Gambar 1 memperlihatkan bahwa lensa proyektor dan lensa obyektif memperbesar citra obyek. Dengan memperlakukan elektron sebagai gelombang maka dapat kita sederhanakan ada tiga bidang pada mikroskop elektronik yang kita gunakan untuk menghitung amplituda kompleks dari gelombang medan elektron.

SenapanE lektron

Gambar. 1 Prinsip pembentukanc itra pada mikroskop electron

2.1. Bidang obyek
Untuk mengetahui gelombang medan yang keluar dari pennukaan obyek maka harus kita ketahui sifat –sifat fisik dari interaksi antara elektron tersebut dengan obyek. Menumt Cowley dan Moodie (1957) interaksi antara suatu berkas elektron dengan obyek dapat digambarkan dengan pendekatan mullislice dimana elektron menjalar melalui lapisan-lapisan obyek dan dihamburkan oleh potensial kristal. Hamburan elektron ini dapat dinyatakan dengan fungsi fasa-kisi (fungsi transmisi obyek), fungsi kompleks dari proyeksi potensial dan fungsi propagasi elektron.




2.2. Bidang fokallensa obyektif
Gelombang medan elektron pada bidang fokal dati lensa dapat diturunkan dengan menggunakan transformasi Fourier dari medan gelombang yang keluar dari permukaan obyek. Hasilnya adalah distribusi amplitudo difraksi dati pembuka obyektif.

2.3. Bidang citra
Medan gelombang elektron pada bidang citra diturunkan dari medan gelombang pada bidang fokal lensa obyektif dengan memperhitungkan pengaruh dari lubang lensa obyektif dan perubahan rasa yang diakibatkan oleh lensa obyektif. Jadi untuk menghitung amplitudo citra harus ditentukan fungsi tranfer lensa dan fungsi lubang lensa terlebih dahulu. Masalah untuk mensimulasi citra mikroskop elektron menjadi masalah untuk menghitung medan gelombang elektron pada tiga bidang mikroskop diatas. Elektron sangat peka terhadap potensial kristal sehingga mikroskop elektron resolusi tinggi sangat terkait dengan distribusi potensial di dalam kristal. Akibatnya besarnya hamburan elektron-elektron oleh bahan tergantung pada ketebalan kristal. Sistem pencitraan mikroskop electron dapat dikarakterisasikan oleh fungsi transfer yang mengubah amplitudo daD rasa komponen-komponen Fourier. Artinya citra-citra mikroskop elektron resolusi tinggi sangat tergantung pada ketebalan cuplikan dan fungsi transfer mikroskop (defokus).

3. ANALISIS FOURIER
3.1. Transformasi Fourier Diskrit
Transformasi Fourier diskrit dipergunakan untuk menghitung spektrum amplituda dan rasa dari suatu sinyal. Jika diperoleh N buah data hasil pencuplikan dalam domain waktu dari suatu fungsi x, maka transformasi Fourer diskrit fungsi tersebut didetinisikan sebagai:
             
Hasil dari perhitungan ini merupakan bilangan kompleks yang dinyatakan dengan :
         
dimana Xreal, dan Ximage adalah harga nilai real dan nilai imajiner dari spektrum. Jika dipecah dalam komponen modul amplituda dan rasa spektrum menjadi :     
Modul spektrum Fourier dinyatakan dengan :
daD sudut rasa spectrum


Citra mikroskopik dapat dikatakan sebagai sinyal dua dimensi, yang digambarkan dalam bentuk fungsi dua peubah f(x,y). Peubah x dan y  menyatakan koordinat spasial dan nilai fungsi rnenyatakan intensitas cahaya. Transformasi Fourier diskrit dua dirnensi dari fungsi f(x,y) dinyatakan dengan:

dengan N adalah jumlah baris dan M jumlah kolom.

3.2. Fungsi Transfer Mikroskop
Fungsi transfer mikroskop ada.lah tanggap frekuensi dalam bentuk frekuensi spasial dari suatu sistem yang berhubungan dengan distribusi sinusoida dari intensitas cahaya pada bidang obyek. Gambar 3 memperlihatkan fungsi transfer modulasi dari suatu system optic yang mengalami defokalisasi tanpa adanya aberasi yang dihitung dengan metoda analitis oleh Hopkins.
Filterisasi dalam domain frekuensi dilakukan dengan mengalikan fungsi transfer optik H(u, v) dengan spektrum frekuensi F(u, v) sehingga diperoleh spectrum citra yang telah terkoreksi. G(u, v) == H(u, v).F(u, v) Setelah itu transformasi Fourier inverse pada komponen-komponen frekuensi akan mengembalikan citra terkoreksi G(u, v) dari domain frekuensi ke domain spasial. Hasilnya adalah citra yang bebas dari degradasi alan penajaman pada komponen-komponen tertentu yang lebih ditonjolkan. Hasilnya terlihat pacta spektrum frekuensi berupa titik-titik terang vertikal. Jika titik -titik terang vertikal tersebut dihilangkan, maka akan diperoleh citra awal tanpa gangguan pola-pola pita horizontal dari latar belakang.
Gambar 4a meperlihatkan citra obyek dengan latar belakang pita-pita horizontal. Kemudian dilakukan transformasi Fourier sehingga menghasilkan spectrum frekuensi citra pada gambar 4b. Filter dilakukan pada spektrum frekuensi dari titik-titik vertikal yang berhubungan dengan pola pita-pita horizontal (Gambar 4c). Akhirnya dengan transformasi Fourier inverse diperoleh citra tanpa pola-pola pita (Gambar 4d). Analisis Fourier dapat digunakan untuk mengukur posisi, area dan parameter partikel emas dari suatu citra. Gambar 5 memperlihatkcm bahwa elemen-elemen periodik partikel emas dalam daerah pengamatan segi-empat adalah mempunyai struktur periodik dari kanan atas ke kiri bawah. Perhitungan jarak garis aJltclfa dua posisi batas spektra ditunjukkan pada kotak control yaitu 8,71 (I/nm). Makajarak rucmg dari partikel awllah 4,35 (I/nm) atau 0,23 nm, yang berhubungan dengan bidangkisi [1,1,1].

 
  
Gambar 4. Filter untuk menghilangkan pola-pola pita pada citra awal.

Gambar 5. Analisis metrik spektrum frekuensi citra partikel emas.

4.2. Penajaman struktur periodik citra
Pengolahan citra dengan metoda Fourier dapat juga dilakukan untuk menajamkan struktur periodik dari suatu citra. Gambar 6 memperlihatkan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menajamkan struktur periodik citra Mikroskopik grafit karbon. Pengamatan dari spectrum frekuensi memperlihatkan adanya cincin puncak terang yang berhubungan dengan granularity pada citra awal. Dengan melakukan mask kita dapat memperoleh spektrum frekuensi yang berhubungan dengan transformasi Fourier struktur granularity tersebut. Transformasi Fourier inverse memberikan citra dari struktur granularity pacta domain spasial. Dengan melakukan operasi penambahan dua kali citra struktur granularity ke citra awal (f + 2i) kita dapat memperoleh citra mikroskopik graftt karbon yang lebih jelas.


4.3. Perbaikan out-of-focus dengan dekonvolusi digital
Perbaikan degradasi citra akibat kurang fokusnya pengambilan dilakukan dengan perhitungan parameterparameter defokalisasi. Parameter-parameter kritis yang harus diperhatikan pada TEM adalah fokus, astignmatism dan ketidak tepatan penempatan.

5. KESIMPULAN
Perkembangan metoda matematik baik untuk analisis bentuk maupun untuk pengenalan pola, memungkinkan dapat dilakukannya analisis citra secara otomatis menggunakan komputer. Program pengolahan citra tersebut dapat digunakan untuk ana.lisis tekstur dan struktur periodik da.iam digital mikrografi dengan menggunakan transformasi Fourier. Penggunaan analisis Fouriertemtama untuk mengkoreksi pola-pola gangguan yang bersifat periodik. Dengan berkembangnya bahan-bahan komposit, analisis kuantitatif untuk mengukur jumlah orientasi kristalografi menjadi sangat penting. Analisis struktur periodik dan orientasi kristal adalah kunci untuk memahami banyak sifat-sifat material seperti kekuatan mekanik dan kelenturan, konduktivitas panas, resistensi daD kapasitansi listrik, dan sifat-sifat listrik dan magnit bahan.

6. DAFTAR PUSTAKA

[I]. M.BORNANDW. WOLF, "Principles of Optics",
1980, Pergamon Press.
[2]. M.COWLEY ANDA.F.MOODIE,ActaCry.'Jt. 1957,
10609-619.
[3]. MCOWLEY ANDA.F.MOODIE,ActaC'ry.~t.1959.
12,353-357.
[4]. K. ISHIZUKA, Ultramicroscopy, 1980,5,55-65.
[5]. C.S. WILLIAMS AND O.A. BECKLUND, 'introduction
to Optical Transfer Function", W., 1989,
John Wiley & Sons.
[6]. J.C.H. Spence and J.M. Zuo, "Electron
Microdiffraction", 1992, New York -London, PlenumPress.